Atjeh Drukkerij, Percetakan Pertama di Aceh
Atjeh Drukkerij – Percetakan Aceh. Demikian Belanda
memberinya nama. Atjeh Dokree – begitu lidah orang Aceh zaman itu mengucapnya. Atjeh
Drukkerij merupakan perusahaan percetakan pertama di Aceh. Dari gedung inilah
dicetak buku-buku, foto-foto dan juga kartu post tentang Aceh. Percetakan ini
juga mencetak koran yang diterbitkan Belanda, ‘Het Nieuwsblad voor Atjeh’. Pascakemerdekaan,
gedung ini digunakan untuk mencetak Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA)
wilayah Aceh. Sekarang, gedung yang telah uzur ini dijadikan mini market- tak terurus dan meranggas di tengah hiruk pikuk kota Banda
Aceh.
Jika kita menyusuri jalan yang bermula dari pintu sebelah
utara Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, maka pandangan mata akan
tertuju pada deretan para pedagang
sirih. Untuk menemukan gedung ini, teruslah berjalan kea rah para pedagang
sirih. Jika telah melewati jajaran
pedagang sirih, maka mata akan leluasa melihat bekas gedung Atjeh Drukkerij
ini. Di situlah gedung tua yang dibangun sekitar tahun 1900 ini berdiri.
Bekas gedung Atjeh Drukkerij yang kini dijadikan mini market, Agustus 2012. Foto: Raihan Lubis |
Bagian atas gedung yang sudah merapuh, Agustus 2012. Foto: Raihan Lubis |
Dinding-dinding kayunya sudah sangat renta. Bagian yang
rusak ditempel sekenanya saja. Besi-besi yang dibuat sebagai penghias ventilasi
telah pula berkarat dimakan zaman. Jendela-jendela besar yang terdapat di
bagian kiri dan kanan bangunan juga telah ditutup. Dan jika kita masuk ke
gedung yang sudah ditempati mini market itu, maka lantai kayunya acap
berderit-derit .
Atjeh Drukkerij Mencetak Majalah Pribumi
Gedung Atjeh Drukkerij dihias lampu-lampu pada malam hari untuk merayakan pernikahan Ratu Juliana dan Pangeran Bernhard, 7 Januari 1937. Foto : Koleksi Tropen Museum |
Sebelum Atjeh Drukkerij mencetak koran, berita-berita
tentang Aceh biasanya muncul di beberapa koran di luar Aceh yang diterbitkan
Belanda. Seperti di koran Java Bode yang diterbitkan Belanda
di Batavia – sekarang Jakarta. Berita-berita tentang Aceh juga acap muncul di Deli
Courant yang terbit di Medan, Sumatera Utara.
Sekitar tahun 1906, seorang pegiat media dari Sumatera
Utara, Dja Endar Moeda, menerbitkan surat kabar Pemberita Atjeh.
Sayangnya, koran berbahasa Melayu ini terpaksa gulung tikar pada tahun 1909
karena mendapat saingan dari surat kabar Sinar Atjeh yang dipimpin Liem Soen
What. Dja Endar Moeda kemudian
menerbitkan Bintang Atjeh pada tahun 1911, tetapi lagi-lagi hanya bertahan satu
tahun. Sinar Atjeh kemudian tutup juga. Akhirnya, sejak 1912, tidak ada lagi surat
kabar di Aceh kecuali surat kabar Het Nieuwsblad voor Atjeh milik
Belanda. Koran ini terbit 1 kali dalam dua minggu dan sirkulasinya
terbatas untuk kalangan Belanda dan juga para pedagang Thionghoa.
Bangunan Atjeh
Drukkerij sekitar tahun 1900-an.
Foto Koleksi Tropen
Museum
|
Karena keterbatasan media, penulis-penulis dan pemikir Aceh akhirnya
banyak mempublikasikan tulisannya lewat berbagai majalah dan koran di Sumatera
Utara, Jakarta dan Surabaya. Barulah ketika sekitar tahun 1939, diterbitkan majalah Penyuluh oleh Persatuan Ulama
Seluruh Aceh (PUSA). Selain itu, Teuku
Muhammad Ali Panglima Polem dan Teuku Johan Meraxa juga menerbitkan Surat
Kabar Mingguan Gubahan.
Sayangnya, majalah Penyuluh dan SKH Gubahan
yang dicetak oleh Atjeh Drukkerij ini, hanya sampai beberapa nomor saja. Pasalnya,
isi-isi majalah dan surat kabar ini dinilai Belanda memiliki pesan-pesan
keinginan untuk merdeka. Tak pelak, penerbitan ini dihentikan Belanda. Penyuluh
dan Gubahan kemudian dicetak di Medan, Sumatera Utaa.Hal ini diikuti beberapa
media seperti majalah Industri yang dipimpin T.M Usman el Muhammady. Para
pengarang dan penulis Aceh kemudian banyak mengirimkan tulisan mereka ke Pewarta Deli
dan Sinar Deli- koran yang terbit di Medan, Sumatera Utara.
Dari Atjeh Drukkerij ke Percetakan Negara
Ketika Jepang menduduki Aceh pada tahun 1942 – 1945, gedung
percetakan ini mencetak koran Jepang, Atjeh Sinbun. Kemudian, semasa
perang kemedekaan 1945-1949, gedung Atjeh Drukkerij dialihkan menjadi
Percetakan Negara Republik Indonesia. Di gedung inilah pertama kalinya Oeang Repoeblik Indonesia Daerah (ORIDA)
Keresidenan Aceh dicetak. Pada tahun 1960, gedung baru Percetakan Negara RI di
Aceh mulai dibangun. Gedung tersebut kini didirikan persis di samping gedung
Atjeh Drukkerij ini.
Tak banyak generasi Aceh sekarang yang mengetahui cerita di
balik banguna bersejarah Atjeh Drukkerij ini. Dan sayang benar rasanya
membiarkan gedung ini semakin rapuh dimakan zaman di tengah usianya yang kini sudah
mencapai 100 tahun. (nur raihan lubis)
referensi :
Buku 50 Tahun Aceh Membangun, Provinsi Daerah Istimewa Aceh, 1995
Comments
Post a Comment