Occupation versus Passion

"Kamu suka membaca buku?" tanya si kakak kepada si pemuda di hadapannya.
"Ya, sukalah kak, kalau nggak ngapain saya melamar kemari" jawab si pemuda kalem.
"Buku apa yang pernah kamu baca," tanya si kakak lagi. Hening sesaat. Belum sempat si pemuda menjawab si kakak mulai nyerocos lagi. "Kalo kamu nggak hobi baca buku, jangan coba-coba lamar kerja di toko buku ini," suara si kakak mulai meninggi nyaris setengah berteriak.

Percakapan itu secara tak sengaja kucuri dengar di toko buku yang kukunjungi beberapa hari yang lalu. Toko buku itu tidak terlalu besar, tapi lumayan komplit dan bukunya lumayan update untuk ukuran Banda Aceh. Sebelum menjemput anakku pulang sekolah, aku biasa mampir ke situ. Dan entah kenapa, kemarin itu aku memang menyengajakan diri untuk mencuri dengar pembicaraan mereka. Secara 'wawancara' kerja itu dilakukan di meja kasir, di antara sesaknya buku-buku yang dipajang. Di antara senggol-senggolanku dengan pengunjung toko yang lain :)

"Eh, tunggu dulu. Kamu lulus SMA tahun 2008. Dan tidak ada catatan untuk riwayat kerja sampai sekarang. Kamu belum pernah kerja sampai sekarang? Memangnya kamu nggak cari kerja?. Pemalas sekali kamu. Saya itu butuh orang yang rajin di toko buku ini,," kata si kakak empunya toko, yang melakukan wawancara dengan penuh esmosi jiwa itu sembari membolak-balik berkas lamaran kerja si pemuda.

Demi mendengar kicauan si kakak, aku semakin bersemangat untuk terus mencuri dengar sesi wawancara itu:D

Sekejap si pemuda melengos. Menarik nafas, sebelum menjawab pertanyaan si kakak. Aku pun semakin misuh-misuh di antara rak buku anak-anak, yang berada dekat meja kasir itu - demi mencuri dengar percakapan mereka.

"Saya pernah kerja sih kak. Jadi penjaga toko, trus juga di doorsmeer (sebutan tempat untuk cuci motor dan mobil di daerah ini), ada juga bantu-bantu kerja di percetakan tempat kawan" jawab si pemuda kalem menjurus dongkol- sepertinya.

"Kamu tahu, kerja jaga toko, terus doorsmer, terus di mana lagi tadi itu, cuma pake otot, nggak pake otak. Di sini, selain otot karena kamu juga harus angkut dan angkat buku-buku, kamu juga harus pake otak. Ini toko buku," ujar si kakak - masih dengan nada tinggi.

Si pemuda masih diam. Tak ada reaksi. Aku semakin masgul melihat aksi wawancara itu.

"Eh terus, kalau kamu pernah merasa 'kerja', kenapa tidak dicantumkan di daftar riwayat kerja kamu. Terus kenapa kamu keluar dari kerjaan itu," buru si kakak yang sepertinya mulai dongkol, karena si pemuda sudah mulai membatu.

Agak lama si pemuda menjawab. Sesaat kemudian. "Karena saya kerjanya hanya sekitar sebulan, dua bulan. Setelah itu saya keluar," jawab si pemuda akhirnya- berusaha jujur.

"Berarti kamu ini orangnya selain pemalas, juga tidak jujur. Kok kerja keluar masuk begitu. Kalau kamu orangnya bener, pasti akan terus dipertahankan bos kamu," cecar si kakak- masih dengan nada tinggi. Wajahnya sarat dengan berbagai prasangka (?)

Pengen teriak rasanya. Woi, lagi mewawancarai orang atau lagi marah-marah sama orang yang neynggol mobil kita sampai penyok sih, batinku.

Sembari membolak balik beberapa buku, pikiranku teraduk-aduk pada kesimpulan si kakak itu. "Lah, bagaimana ceritanya kalau orang keluar masuk kerja langsung dicap tidak jujur kerjanya. Bagaimana kalau kemudian dia memang benar-benar tidak menyukai pekerjaan itu. Bagaimana kalau sebenarnya passion-nya bukan di situ, tapi hanya karena keterpaksaan harus cari uang atau tuntutan orang tua dan lingkungan. Aduh si kakak ini, keluhku. Kalau saja dia bukan pemilik toko buku, aku masih bisa tolerir, harusnya bukankah dia lebih open- minded..oh oh oh…..( atau aku juga termasuk orang yang terlalu cepat mengambil kesimpulan tentang karakter pemilik toko buku?)

Jadi teringat buku UltimateU-nya Rene Suhardono itu. Dia bilang, 9 dari 10 orang memang belum bisa membedakan passion dan occupation. Ada orang yang bekerja semata untuk cari duit, jabatan, ketenaran- that's it. Meski bekerja tanpa hati, tanpa emosi. Tak salah memang, tapi alangkah indahnya jika kita juga selain cari duit tapi juga benar-benar menghayati dan mencintai pekerjaan kita, sehingga pekerjaan itu lebih bermakna- paling tidak buat diri kita sendiri. Bukan tak mungkin si pemuda tadi tak memiliki passion di bidang doorsmeer atau lainnya. Alahai kak...

Ditambah lagi, apa sebenarnya makna pengalaman kerja? Apakah seseorang yang sudah punya pengalaman kerja lima tahun lebih oke ketimbang fresh graduate yang baru punya pengalaman kerja 3 bulan yang lalu? Beberapa pengalamanku membuktikan- tak selalu.

Brak! Buku-buku anak-anak yang tipis dan dipajang dengan cara ditegakkan jatuh serempak di depanku. Laiknya efek domino. "Aduh, maaf," ujarku rada malu-malu pada si kakak -lainnya- penjaga toko yang sedari tadi merapikan buku-buku di dekatku. Si kakak itu tersenyum ramah, air mukanya tak terkesan dibuat-buat. Ramah yang tulus.

"Tidak apa-apa, biasa. Soalnya bukunya memang terlalu tipis untuk dipajang seperti ini," katanya sembari membantuku membetulkan letak buku-buku itu. Ah, rasanya seperti menemukan oase melihat tutur kata dan raut wajah si kakak itu, setelah mencuri dengar dan menyaksikan ajang wawancara tadi. Eh, sudah sampai di mana sesi wawancaranya?

###

Comments

Popular Posts