Wisata Edukasi di Aceh


Doyan Coklat, Ayo ke Socolatte 


Raihan Lubis
Murid-murid semi homeschooling Sinar Mulia di gerai Socolatte,
Pidie Jaya. Foto : Nur Raihan Lubis
Belum punya agenda untuk jalan-jalan keluarga di musim libur ? Jika kebetulan anda berdomisili di Banda Aceh, tak perlu repot dan jauh. Banyak tempat yang bisa dikunjungi. Misalnya, kenapa tak mencoba berwisata ke kebun kakao dan pabrik coklat di Kabupaten Pidie dan Pidie Jaya? Seperti yang dilakukan para murid komunitas Semi Homeschooling Sinar Mulia ini.

Komunitas yang berbasis di Banda Aceh ini, tak hanya sekedar wisata jalan-jalan, tapi juga sekaligus mendapat pengetahuan tentang kebun kakao plus pengolahan biji kakao menjadi coklat bar. Hmm.. it’s yummy trip .

Tak hanya para nurid, trip ini tambah menyenangkan karena dilakukan bersama keluarga. Rombongan memulai perjalanan dari Banda Aceh menuju pabrik coklat ‘Socolatte’ di kawasan Desa Baroh Musa Kecamatan Bandar Baru, Pidie Jaya. Perjalanan dari Banda Aceh ke lokasi pabrik coklat memakan waktu sekitar 3 jam. Meski pabrik coklat ini berskala kecil dengan kemampuan pengolahan 10 kg biji kakao kering perharinya, tapi tidak membuat pabrik coklat ini jadi miskin informasi.

Para murid dan orang tua. Foto : Nur Raihan Lubis

Pabrik coklat yang mulai dirintis sejak tahun 2009 ini,  didirikan oleh Koperasi Rimbun yang digawangi Pak Irwan dan kawan-kawannya- para petani kakao di kawasan Pidie Jaya. 

Menurut Pak Irwan, awalnya ketika dia dan teman-temannya menggagas ide pabrik coklat ini, banyak yang menganggap ide mereka agak nyeleneh.

“Mungkin karena keterbatasan ilmu dan peralatan, banyak orang meragukan kami,” katanya mengenang. 

Syukurlah ketika dia dan teman-temannya mulai mencoba-coba merakit mesin pengolahan coklat, datanglah bantuan dari lembaga OISCA-JFPR – merupakan lembaga swadaya dari Jepang yang fokus membantu mengurangi kemiskinan dengan pengembangan ekonomi masyarakat.

Ibu Safrida, Pengelola Socolatte.
Foto : Nur Raihan Lubis

Pak Irwan dan teman-teman tidak hanya dibantu peralatan saja, tapi juga pelatihan, studi banding ke Pusat Penelitian Kakao dan Kopi di Jember, Jawa Timur. OISCA-JFPR juga mendatangkan seorang ahli pembuat coklat dari Jepang -untuk melatih para pekerja di Socolatte. Selain OISCA-JFPR, bangunan pabrik Socolatte dikatakan Pak Irwan,  juga merupakan bantuan dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias.

Dikatakan Pak Irwan, nama Socolatte ditasbihkan menjadi nama coklat buatan mereka, karena pada umumnya orang Aceh menyebut coklat dengan ‘soklat’. Huruf c-nya dilafalkan seperti membaca huruf hijaiyah tsa – di ujung lidah. Maka, dari soklat, jadilah Socolatte.

Sebelum masuk ke lokasi pengolahan biji kakao, para siswa dan juga anggota keluarga yang mau ikut, diberi pengarahan oleh Ibu Safrida, yang sehari-hari bertugas dan bertanggungjawab untuk operasional di Socolatte. Misalnya, yang masuk ke lokasi pabrik harus menuutp rambutnya, memakai masker dan juga bagi orang dewasa diberi baju khusus. Tak hanya itu, bagi yang berniat masuk juga tidak diperbolehkan memakai wangi-wangian atau parfume- soalnya dapat mempengaruhi aroma coklat yang sedang diolah. Oh ya, di lokasi pabrik juga tidak diperbolehkan mengambil gambar baik dengan telepon seluler, kamera foto ataupun kamera video.

Wajib pakai masker dan penutup kepala sebelum
masuk ke pabrik coklat Socolatte.
Foto : Nur Raihan Lubis
Tour di pabrik Socolatte dimulai di ruangan mesin penyangrai. Di tempat ini, biji kakao yang telah dikeringkan akan disangrai atau digongseng. Kulit-kulit biji ini selanjutnya akan dipisahkan dari bijinya. 

Dikatakan Ibu Safrida, biji kakao hasil fermentasi (pengeraman) lebih baik dari biji yang dijemur secara tradisional- seperti yang dilakukan petani kakao pada umumnya. Dijemur di sembarang tempat dan langsung terkena matahari. Karena biji kakao yang difermentasi, memiliki cita rasa yang lebih enak dari biji kakao yang dijemur dengan cara tradisional. Semua biji kakao yang diolah di pabrik ini berasal dari para petani kakao di Pidie Jaya. Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Pidie ini, merupakan salah satu kabupaten penghasil kakao cukup besar di Aceh. 

Setelah disangrai, kemudian dikupas, biji-biji kakao ini siap diolah menjadi beragam bentuk. Mulanya, biji kakao diolah menjadi lemak coklat dan coklat bubuk kasar. Coklat bubuk kasar dihaluskan menjadi bubuk coklat halus. Sedangkan lemak coklat dipakai untuk pengolahan coklat selanjutnya. 

Raihan Lubis
Melihat mesin sangrai
Foto : Nur Raihan Lubis
Untuk membuat coklat bar, atau coklat batangan, pematangan formula dilakukan dengan mesin selama 72 jam atau selama 3 hari non stop dengan suhu 60 sampai 70 derajat Celcius. Proses ini dibutuhkan untuk menstabilkan rasa coklat. Menurut Safrida, coklat bar Socolatte masih terasa agak lebih pahit jika dibandingkan dengan coklat yang sudah ‘menasional’. Karena memang kadar gulanya rendah. 


“Coklat Socolatte tak membuat gemuk, karena tidak dicampur dengan lemak nabati lainnya, hanya lemak coklat” promosi Safrida. Ada tips mudah untuk membedakan coklat bar yang dapat membuat gemuk penikmatnya dan tidak. Dikatakan Safrida, jika coklat gampang meleleh maka coklat bar itu cukup oke untuk dikonsumsi- karena tak membuat gemuk.

Beragam Produk Socolatte

Penasaran bagaimana rasa coklatnya ? Ayo berkunjung ke Socolatte. Setiap pengunjung yang masuk ke pabrik hanya dikenai biaya Rp 10.000, sebagai pengganti biaya masker dan tutup kepala. Di depan pabrik Socolatte juga ada satu gerai Socolatte, yang menjual beragam produk Socolatte. Jadi bisa beli dan icip-icip langsung lho.

Ke Kebun Kakao


Tak lengkap rasanya perjalanan ke Socolatte jika tak berkunjung ke kebun kakao. Maka mampirlah rombongan ke kebun kakao milik Pak Noni di kawasan Padang Tiji, dalam perjalan pulang ke Banda Aceh.

Pak Noni senang sekali mendapat kunjungan dari murid-murid home schooling Sinar Mulia. Tak hanya berbagi buah coklat yang ranum dan matang untuk dimakan, pria yang sudah belasan tahun menjadi petani kakao ini juga tak pelit membagi ilmu tentang buah kakao.

Kunjungan ke kebun kakao Pak Noni. Foto : Nur Raihan Lubis
Dengan sabar dan penuh perhatian, Pak Noni menerangkan tentang berbagai hama dan penyakit buah kakao. Selain itu juga, informasi bagaimana cara pemeliharaan pohon kakao- yang termasuk manja ini. Bagaimana membuat kompos dari daun-daun dan juga kulit buah kakao juga disampaikan Pak Noni.

Perjalanan dua hari satu malam ini sungguh mengesankan. Apalagi ketika dalam perjalanan pulang, anak-anak bisa melihat gajah di kawasan Saree, Aceh Besar. Menyenangkan bukan ?  (Nur Raihan Lubis)


Comments

Popular Posts