Kenangan Masa Kecil : Ikut Umi ke Pasar

Pasar Sukowati, Ubud. Ketika masih tinggal di Ubud, 
tempat ini menjadi salah satu favorit tempat 
belanja kami. Selain dekat dengan rumah, 
juga banyak hal yang bisa dilihat di sini. 
Foto: Raihan Lubis
Salah satu kenangan indah di masa kecilku adalah ikut umi ke pasar pada hari libur sekolah. Karena kalau ikut ke pasar, artinya bisa beli kue jajanan pasar dan juga jepit rambut, bando, mainan masak-masakan atau pernak pernik lainnya. Selain itu juga bisa membeli majalah Bobo atau Ananda. Ah, betapa menyenangkannya.

Di Medan, orang menyebut pasar itu dengan kata ‘pajak’. Tidak tahu juga maksudnya apa dan kenapa disebut demikian. Jadi kalau ada yang bilang, “Mau ke pajak.” Berarti itu mau pergi ke pasar. Pasar yang dekat dengan rumah kami adalah Pajak Glugur. Disebut demikian karena dekat dengan jalan Glugur By Pass. Jauhnya pasar ini dari rumahku sekitar 1 km lebih kurang. Kalau pergi, kami akan berjalan kaki biasanya. Ketika pulang baru akan naik becak dayung. Ongkos dari Pajak Glugur ini ke rumahku berkisar Rp 250,- Entah kenapa, kalau dulu jarak pasar ini terasa tidak jauh. Kalau sekarang diminta mengulang, ah jauh sekali rasanya.


Saban belanja, umiku akan membawa keranjang. Seluruh belanjaan akan diletakkan dalam keranjang yang biasanya terbuat dari plastik. Belanjaan-belanjaan seperti keperluan dapur akan dibungkus dengan kertas koran, atau daun pisang. Khusus untuk belanjaan ikan segar, dibungkus dengan daun jati dan diikat dengan tali batang pisang. Tidak seperti sekarang yang apa-apa dibungkus dengan plastik kresek. Kalau dipikir-pikir betapa go green-nya ya orang-orang dulu.

Selesai belanja, kami akan melipir ke tempat pedagang kue jajanan pasar. Si ibu pedagang kue akan meletakkan kue-kuenya di atas tampah. Kue-kue ini akan ditutup dengan plastik bening atau daun pisang. Tampah besar itu disangga di atas bakul besar – dimana persediaan kuenya disimpan. Ada dua pedagang kue yang menjadi langganan kami. Dua orang ibu paruh baya yang kerap memakai kebaya pendek dengan bawahan kain sarung. Rambutnya disanggul cempol dan memakai selendang. Orang-orang tua dulu menutup kepalanya dengan selendang. Di Medan, selendang lebih sering diucap dengan kata tudung – mungkin berasal dari kata kerudung.

Kue yang sering kubeli adalah semacam kue bolu kukus gula merah yang ditaburi kelapa parut, atau ongol-ongol yang juga ditaburi kelapa parut juga kue lapis dari tepung beras serta klepon. Di Medan, kue klepon ini disebut juga dengan nama kue malaka- terbuat dari tepung ketan dan diberi warna hijau dari duan suji, dibentuk bundar dan diisi dengan gula merah di tengahnya serta ditaburi kelapa parut. Kue-kue yang kita beli akan dibungkus dengan daun pisang.

Sekarang, saban aku berkunjung ke berbagai kota, aku tak akan pernah lupa untuk singgah di pasar tradisionalnya. Selain melihat-lihat jajanan tradisionalnya, juga melihat kehidupan masyarakatnya. Akhir pekan macam begini, kalau ke pasar aku juga suka membawa anak-anakku. Mudah-mudahan juga bisa menjadi salah satu pengalaman yang menyenangkan bagi masa kecil mereka- ikut mama belanja ke pasar :D


Comments

Popular Posts