Aceh Dalam Prangko
PT Pos Indonesia menerbitkan prangko seri Cut Nyak Dhien untuk memperingati 1 abad wafatnya pahlawan nasional dari Aceh ini. |
Demikian diungkapkan Menteri Komunikasi dan Informatika,
Tifatul Sembiring, dalam sambutan pembukaan acara World Stamp Champion 2012 di
Jakarta Convention Center Jakarta, Senin (18/6/2012) lalau - sebagaimana dilansir
Harian Kompas.
Ungkapan Sembiring beralasan. Karena biasanya, prangko diterbitkan
sesuai edisinya dan juga konteksnya dan sarat dengan informasi. Dulu, banyak kegiatan
yang kita ketahui dari prangko-prangko yang diterbitkan, misalnya Pekan Olah
Raga Nasional (PON), Konferensi Asia Afrika, juga jenis-jenis flora dan fauna
dari masing-masing daerah dan banyak hal lainnya. Begitu juga dengan
edisi-edisi yang diterbitkan terkait Aceh, banyak hal yang bisa kita ketahui
dan gali.
Seperti ketika memperingati satu abad meninggalnya pahlawan
perempuan dari Aceh, Cut Nyak Dhien. Prangko Cut Nyak Dhien dan rumah tradisional
yang disebut sebagai rumah Cut Nyak Dhien, diterbitkan pada 5 November 2008. Edisi
ini terdiri dari 2 prangko setenant (prangko damping) dengan nominal Rp 1.500.
Sebelumnya, keanekaragaman budaya serta flora dan fauna Aceh
pernah pula tercetak di beberapa seri perangko Indonesia.
Lambang Daerah, Masjid Baiturrahman dan Bunga
Jeumpa
Dari beberapa
informasi di internet yang berhasil ditemukan lewat mesin pencari, prangko
bertema Aceh, diterbitkan PT Pos Indonesia pada tahun 1987. Perangko dengan nilai
nominal Rp 100 ini, bergambar lambang daerah Aceh– Pancacita.
Sementara, Masjid Baiturrahman, yang merupakan
ikon dari provinsi Aceh, sudah dua kali diterbitkan. Tahun 1990, prangko seri
Masjid Baiturrahman diterbiktan dengan nilai nominal Rp 500. Kemudian pada
tahun 2002 kembali diterbitkan dengan nilai Rp 3500.
Kekayaan flora dan
fauna Aceh juga pernah diterbitkan lewat prangko. Untuk menyambut Hari Cinta
Puspa dan Satwa pada 5 November, PT Pos Indonesia menerbitkan satu seri prangko
istimewa dengan desain identitas Flora dan Fauna dari setiap propinsi di
Indonesia. Untuk edisi perdananya, dipilihlah flora dan fauna dari Aceh
dan Sumatera Utara.
Bunga Jeumpa (Michelia champaca) dan Burung Ceumpala
Kuneng (Copsychus pyrropygus) ditetapkan sebagai identitas flora dan
fauna dari Aceh. Sementara untuk Sumatera Utara dipilih bunga Kenanga dan beo
Nias. Masing-masing prangko memiliki nilai nominal Rp 300,-. Prangko ini terbit
pada tahun 1993.
Bunga Jeumpa (Michelia
champaka) atau disebut juga Cempaka
Kuning dalam bahasa Indonesia, merupakan satu dari sekitar 50 spesies
anggota genus Michelia. Bunga Jeumpa merupakan pohon atau perdu yang
mempunyai tinggi antara 3 – 6 meter. Memiliki bunga yang berbau wangi dan
berwarna oranye, kuning atau putih krem, berukuran agak besar, helaian bunganya
tersusun dalam untaian yang banyak. Buahnya coklat terdiri atas 2-6 biji.
Minyak bunga ini digunakan sebagai bahan parfum. Bunga Jeumpa merupakan flora
identitas (maskot) provinsi Aceh, bahkan ada lagu khusus untuk bunga ini. Judul lagunya,
Bungong Jeumpa.
Lihatlah, banyak pengetahuan yang bisa kita dapat dari
sehelai prangko.
Tari Rampai di
Perangko
Untuk lebih memperkenalkan keanekaragaman budaya Indonesia, sejak
tahun 1992 secara berturut-turut setiap tahun diterbitkan prangko seri “Kebudayaan Indonesia” .
Prangko-prangko
ini menampilkan berbagai tarian dari provinsi-provinsi di Indonesia. Pada tahun
1996, Aceh mendapat giliran untuk ditampilkan bersama provinsi lain seperti Kalimantan Selatan, DKI Jakarta, dan Timor Timur (sekarang negara Timor
Leste).
Prangko yang
bernonimal Rp 300 ini, menerbitkan Tari Rampai untuk mewakili Aceh. Perangko berukuran 25,31 mm x 41,06 mm dengan perforasi 13,50 x
12,75 mm ini juga diterbitkan dengan nilai Rp 700.
Tari Rampai merupakan
tarian yang dinamis dan harmonis. Tarian yang diangkat dari bentuk tari-tarian
tradisional beberapa daerah di Aceh, seperti tari Seudati, Ratoh dan Pho.
Tari ini melambangkan sikap gotong royong, kebersamaan, dan penuh kekompakan di
sebuah lingkungan masyarakat, yang terlihat dari gerakan tarinya. Tarian ini
biasanya dibawakan oleh 10 orang penari, diiringi dengan tetabuhan rabana, dan
alunan suara, serta tepukan tangan teratur dengan intonasi yang kadang-kadang
cepat dan kadang-kadang lambat.
Tarian Aceh lainnya juga pernah diterbitkan lewat prangko pada
tahun 2002 dengan nilai Rp 1500. Perangko tarian Seudati ini merupakan perangko
setenant perangko bergambar Masjid Raya Baiturrahman.
Kostum tradisional Aceh juga pernah muncul di perangko Indonesia edisi kostum pakaian tradisional pada tahun 1987 dengan nilai nominal Rp 350.
Sejarah Prangko: Dari Cetak ke Digital
Prangko yang
berasal dari bahasa Latin franco adalah secarik kerta berperekat sebagai bukti telah melakukan
pembayaran untuk jasa layanan pos. Prangko ditempelkan pada amplop, kartu pos,
atau benda pos lainnya sebelum dikirim.
Pembayaran menggunakan prangko menjadi
cara pembayaran yang paling populer dibanding cara lain. Pada tahun 1985, kata
baku untuk prangko diseragamkan oleh Yani Susilo. Sebelumnya, banyak yang
memakai kata ‘perangko’.
Prangko pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 Mei 1840
di Britania Raya sebagai reformasi pos oleh Rowland Hill. Karenanya, sampai
sekarang Britania Raya mendapat perlakuan khusus. Negara ini adalah
satu-satunya negara yang tidak perlu mencantumkan nama negara di atas prangko.
Prangko pada hakekatnya adalah secarik kertas bergambar yang
diterbitkan oleh pemerintah. Pada bagian
belakang umumnya memuat perekat, sedangkan pada bagian depannya memuat harga
nominalnya selain gambar.
Kegiatan surat-menyurat dan sistem perposan sebenarnya sudah
dikenal manusian sebelum dikenalnya prangko. Di Indonesia, untuk mendukung
kegiatan sistem perposan, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem
Daendels memerintahkan untuk membangun jalan Raya Anyer – Panarukan. Jalan ini
dikenal dengan nama Jalan Pos Raya.
Sekarang, dengan kemajuan teknologi, peran dan fungsi
prangko pelan-pelan mulai tergerus zaman. Tetapi, PT Pos Indonesia agaknya tak
kehilangan akal, melihat perkembangan dari negara-negara maju lainnya di dunia,
PT Pos Indonesia akan segera menerbitkan prangko digital.
Nantinya, pengguna bisa mengirim surat melalui email di
kantor pos, memilih desain kartu pos maupun surat dan tetap membubuhkan
prangko, walau dengan format prangko digital.
Prangko digital tersebut bisa dibeli secara prabayar (prepaid) dan akan dapat digunakan bila pengguna menginginkan akan mengirim surat di kemudian hari. Surat atau kartu pos yang dikirim tetap akan dicetak di kartu pos dekat lokasi tujuan pengiriman, sehingga surat akan tetap memiliki nilai sejarah, hanya dikirim melalui elektronik. Layanan prangko digital ini baru dapat dinikmati 1 -2 tahun ke depan.(nur raihan lubis )
Prangko digital tersebut bisa dibeli secara prabayar (prepaid) dan akan dapat digunakan bila pengguna menginginkan akan mengirim surat di kemudian hari. Surat atau kartu pos yang dikirim tetap akan dicetak di kartu pos dekat lokasi tujuan pengiriman, sehingga surat akan tetap memiliki nilai sejarah, hanya dikirim melalui elektronik. Layanan prangko digital ini baru dapat dinikmati 1 -2 tahun ke depan.(nur raihan lubis )
Referensi :
http://filatelindonesia.wordpress.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Prangko
http://hobbykoleksi.blogspot.com/2011/10/koleksi-perangko-seri-nanggroe-aceh.html
http://aceh.tribunnews.com/2012/06/18/pemerintah-siapkan-prangko-digital
i like this posting.
ReplyDeleteGive me the idea
Alhamdulillah
Thanks Raihan