Wisata Kota Banda Aceh
Peunayong, Pecinan di Banda Aceh
![]() |
Bangunan bergaya Tionghoa dan Eropa di Jln.A.Yani, Banda Aceh. Bangunan-bangunan ini sedikit dari yang tersisa di kawasan Pecinan di Banda Aceh - Foto : Nur Raihan Lubis |
Peunayong merupakan
daerah pecinan di Banda Aceh. Merupakan salah satu kawasan kota tua. Sejak abad
ke-14, orang-orang Tionghoa sudah tinggal dan menetap di kawasan ini. Para
pedagang Tionghoa datang membawa barang-barang dagangan. Sebagian lainnya
datang sebagai pekerja di Aceh. Ketika Belanda masuk ke Aceh dan menabuh
perang, sebagian kawasan ini dijadikan benteng dan kamp militer oleh Belanda.
Sebagaimana kawasan
pecinan lainnya di Indonesia, Peunayong juga ditandai dengan bangunan-bangunan
tua yang memiliki arsitektur gabungan Tionghoa dan Eropa. Meski kini hanya
tinggal berapa bangunan saja. Bangunan-bangunan tua ini menjadi saksi bisu bagi
sejarah perkembangan Peunayong dari zaman ke zaman.
“Kata kakeknya kakek
saya, dulu kapal-kapal Tionghoa itu mendaratnya kan di dekat sungai Peunayong
itu. Terus kalau ada kapal masuk, kan orang-orang nanyanya kek gini kalau pakai
bahasa Aceh, peu na jung artinya kira-kira apa ada kapal jung , apa kapalnya sudah
merapat, gitulah kira-kira. Jung itu sebutan untuk kapal-kapal Tionghoa.
Jadilah nama itu sekarang kebawa-bawa dan jadi
Peunayong,” tutur seorang bapak yang kutemui di Vihara Budi Dharma,
Peunayong. Jawaban itu meluncur ketika kutanya apakah dia tahu asal muasal kata
Peunayong. Karena sampai saat ini tidak ada satupun referensi yang dapat
menyebutkan dengan tepat asal muasal dari kata Peunayong ini.
![]() | |||
Sebuah Kapal Jung di sekitar perairan Jambi. Sekitar tahun 1800-an. Foto : Koleksi Tropen Museum |
Pernyataan si bapak
ada benarnya. Seperti dikutip dari Acehpedia.org, para pedagang termasuk
pedagang dari Cina, selain ada yang tinggal dan berdagang secara permanen di
ibukota Aceh, ada juga pedagang musiman yang datang dengan kapal layar pada
bulan-bulan tertentu. Kapal-kapal (jung) Cina membawa beras ke Aceh. Mereka
tinggal dalam perkampungan Cina di ujung kota dekat pelabuhan. Rumah mereka
berdekatan satu sama lainnya. Lokasi tempat menurunkan barang tersebut kini
dikenal sebagai Peunayong.
Sementara itu, dalam
buku Bustan us-Salatin karangan Nurudin Arraniri- diceritakan bahwa di dalam
taman kerajaan telah dibangun “Balai Cina” (paviliun) yang dibuat oleh para
pekerja Cina. Sedangkan dalam tulisan Denys Lombard di buku Kerajaan Aceh :
Zaman Sultan Iskandar Muda (1607 – 1636 ) yang kembali diterbitkan tahun 2006
menyebutkan, dalam paruh kedua abad ke-17 orang-orang Cina di Banda Aceh banyak
berperan dalam perdagangan. Mereka semua menempati rumah yang berdekatan satu
sama lainnya, di salah satu ujung kota, di dekat laut, dan daerah mereka itu
dinamakan Kampung Cina.
![]() |
Kawasan Peunayong Sekitar tahun 1875-1885 Koleksi Tropen Museum |
Kembali ke
bincang-bincang dengan si bapak, menurutnya selain di Peunayong, dulu
orang-orang Tionghoa juga banyak bermukim di kawasan Ulee Lheu. Bahkan vihara yang pertama kali digunakan
oleh orang-orang Tionghoa di Banda Aceh adanya di Ulee Lheu. “Tapi karena sudah
tua dan kemudian dirubuhkan, jadi dibangun di sini. Karena orang-orang Tionghoa
sudah lebih banyak yang tinggal di Peunayong,” katanya lagi.
Perkataan si bapak
cukup beralasan. Dari arsip foto-foto yang dimiliki Belanda, ada sebuah pasar
yang memang dibangun Belanda untuk orang-orang Tionghoa di kawasan Ulee Lhue.
Beberapa literature juga menyebut ada juga sekolah khusus orang Tionghoa di
kawasan Ulee Lheu. Kawasan ini juga menjadi salah satu gerbang bagi kapal-kapal
yang akan merapat ke Banda Aceh, di zaman itu.Ketika kutanya si
bapak siapa namanya – karena mau kuambil sebagia kutipan- dia hanya tersenyum
dan kemudian tak bersedia menyebutkan namanya. Ada perasaan tidak nyaman
terlihat dari wajahnya. Ya sudahlah, batinku. Kali lain mungkin ketika aku
datang lagi ke Vihara Budi Dharma, bisa lebih akrab lagi dengannya.
Dari Kamp Militer ke Pusat Perdagangan
![]() |
Benteng Belanda di Peunayong sekitar tahun 1874. Foto : Koleksi Tropen Museum |
![]() | |
Rex, pusat kuliner malam hari di Peunayong. Foto : novrizal |
Barang-barang
elektronik dari berbagai merek dan berbagai bentuk. Produk-produk terbaru
telepon selular dan berbagai gadget. Pusat jajanan dari yang berat sampai yang
ringan, dari menu western hingga menu tradisional. Dari makanan yang halal
sampai makan yang tidak halal bisa ditemukan di sini.
Pusat kuliner malam hari
berada di sekitar lokasi bernama Rex – yang berada persis di depan Hotel
Medan. Pagi hari, kawasan ini juga ramai
menjual aneka sarapan pagi, seperti nasi gurih atau juga dikenal sebagai nasi
lemak, lontong sayur dan nasi soto.
Sejumlah kantor pemerintahan Banda Aceh serta bank banyak yang berkantor di kawasan ini. Salah satu pasar tradisional yang buka mulai subuh sampai malam hari juga dapat ditemukan di kawasan ini. Apotek sampai toko obat Tionghoa
juga ada.
Toko kelontong sampai mini marketpun ada. Pusat aksesoris mobil dan juga toko pernak-pernik gampang ditemukan di Peunayong.
Toko-toko souvenir juga banyak di sekitar
kawasan ini. Hotel-hotel untuk kantong para backpacker juga banyak tersedia.
Tak lupa, warung kopi yang menyajikan kopi hitam khas Aceh juga banyak bertebaran di daerah ini. Kawasan ini memang semacam toko serba ada.
Sejumlah kantor pemerintahan Banda Aceh serta bank banyak yang berkantor di kawasan ini. Salah satu pasar tradisional yang buka mulai subuh sampai malam hari juga dapat ditemukan di kawasan ini. Apotek sampai toko obat Tionghoa
juga ada.
Toko kelontong sampai mini marketpun ada. Pusat aksesoris mobil dan juga toko pernak-pernik gampang ditemukan di Peunayong.
![]() |
Toko yang menjual pernak pernik kebutuhan orang Tionghoa di Peunayong Foto : Nur Raihan Lubis |
Tak lupa, warung kopi yang menyajikan kopi hitam khas Aceh juga banyak bertebaran di daerah ini. Kawasan ini memang semacam toko serba ada.
Tak hanya itu. Peunayong juga merupakan kawasan paling plural se-Banda Aceh. Rumah ibadat yang ditemukan tak hanya masjid saja, tapi ada vihara dan gereja. Sekolah muslim dan sekolah non muslim juga dapat ditemukan dalam satu kawasan.
Penduduknya pun beragam. Tak hanya suku Aceh dan etnis Tionghoa yang tinggal dan menetap di kawasan ini. Tapi juga banyak suku pendatang lainnya. Sementara, suku Tionghoa yang berada di kawasan ini berasal dari Suku Khe, Tio Chiu,Kong Hu, Hokkian, dan subetnis lainnya.
Jika dilihat dari
arsip foto-foto Belanda, Peunayong selain merupakan kawasan Pecinan, juga
merupakan kamp militer Belanda. Banyak benteng didirikan di kawasan ini. Lokasinya
memang cukup strategis sebagai benteng pertahanan dan lokasi pendaratan pasukan
- berada di pinggiran laut lepas yang
menuju ke Selat Malaka. Selain itu, ada juga sungai yang memisahkan kawasan ini
dengan kawasan lainnya.
Tapi dari semua itu
seiring dengan perubahan tata kota dan perkembangan zaman, tinggal sedikit dari
bangunan-bangunan tua bergaya Tionghoa dan Eropa yang masih dapat disaksikan.
![]() |
Wiliam membantu ibunya meracik obat di toko obat 'Mustajab' Foto : Nur Raihan Lubis |
Juga kendaraan
bermotor yang parkir sesukanya. Selain itu, sebaran sampah yang kadang kurang
sedap dipandang mata- utamanya di Jalan Kartini . Jadi jangan berharap bahwa
lokasi ini seperti pecinan ala Goerge Town di Penang, meskipun sebenarnya jika
kita peduli dengan pelestarian bangunan tua dan bersejarah , dijamin bisa lebih
elok lagi kawasan ini.
Semoga dengan digadang-gandangnya
Visit Aceh 2013, Pemerintah Aceh lebih memberikan perhatian untuk urusan
kebersihan dan juga perawatan serta perlindungan bagi bangunan-bangunan tua
ini. Masyarakat sekitar juga agaknya perlu mendapat sosialiasi agar lebih menjaga
lingkungannya. (Nur Raihan Lubis )
referensi :
tropen museum
KITLV images
http://seputaraceh.com/read/332/2009/09/15/sejarah-hitam-pecinan-tua
http://novrizal-aceh.blogspot.com/
Comments
Post a Comment