Masjid Raya Baiturrahman
Saksi Sejarah Aceh dari Masa ke Masa
Usai
dibangun, masjid tak langsung digunakan oleh masyarakat Aceh, dengan alasan
yang membangunnya adalah musuh orang Aceh. Menurut Tengku Ameer Hamzah yang menjadi penceramah di masjid raya ini dan
sekaligus juga pemerhati sejarah Islam di Aceh,
sekitar 10 tahun masjid tersebut tak dipergunakan usai dibangun Belanda.
Cerita ini didapat Tengku Ameer Hamzah
dari mantan Gubernur Aceh, alm. Ali
Hasjmy (1957 – 1964 ). Karena tak pernah dipakai dan dibiarkan terlantar,
akhirnya Belanda menjadikan masjid sebagai bar.
Meski begitu, Belanda terus mencari celah untuk membujuk rakyat Aceh
agar mau mempergunakan masjid tersebut. Sampai pada akhirnya, tahun 1893,
Belanda berhasil membujuk rakyat Aceh untuk menggunakan masjid tersebut sebagai
tempat ibadah, melalui dua ulama Aceh, Tuanku
Raja Keumala dan Teungku Hasan
Krueng Kalee.
http://books.google.co.id/books?id=drAuk8TSVkgC&pg=PA26&lpg=PA26&dq=perjanjian+sumatera,+perjanjian+siak&source=bl&ots=38mbFrA4ja&sig=Y0bNN9hS-Anri_MJrOS0DZwB0Zk&hl=id&sa=X&ei=mNIDUPnzGeHM6wHko4zyBg&ved=0CEwQ6AEwAg#v=onepage&q=perjanjian%20sumatera%2C%20perjanjian%20siak&f=false
![]() |
Masjid Raya Baiturrahman senja hari, Juli 2012. Foto: Nur Raihan Lubis |
Dibangun persis di tengah kota, sehingga bisa terlihat
dari segala penjuru dan mudah disambangi. Disebutkan mulai didirikan sejak
zaman kerajaan Aceh dipimpin Sultan Iskandar
Muda (1607-1636). Namun ada juga
yang menyebutkan bahwa mesjid ini dibangun pertama kali pada Pemerintahan Sultan Alaidin Mahmud Syah pada tahun
1292 (621 H). Ketika perang Aceh pertama pecah, Masjid Raya Baiturrahman
dijadikan salah satu tempat pertahanan pejuang Aceh. Karenanya pada 6 Januari 1874,
masjid raya Baiturrahman ini dibumi hanguskan Belanda. Sadar masjid punya nilai
penting bagi penting masyrakat Aceh sekaligus siasat untuk mengambil hati orang
Aceh, Belanda kembali membangunnya.
Karena dibangun Belanda, bertahun-tahun masjid ini tak mau digunakan,
masjidpun akhirnya sempat dijadikan bar oleh Belanda. Kini, masjid ini ditasbihkan menjadi 1 dari 10 masjid terindah di dunia.
Sembilan Oktober 1879, peletakan batu pertama pembangunan
masjid dilakukan seorang Qadhi Malikul
Adil (Kadi Besar ) sebagai perwakilan masyarakat Aceh dan disaksikan oleh
Gubernur Militer Hindia Belanda di Aceh saat itu, G.J van der Heijden. Arsitek
Masjid Raya Baiturrahman seorang Kapten Zeni Angkatan Darat Belanda, de Bruijn dari Departemen van Burgelijke Openbare Werken (Departemen Pekerjaan
Umum) di Batavia. Untuk menentukan arsitektur masjid, ia berkonsultasi terlebih
dahulu dengan Snouck Hurgronje –
seorang antropolog sekaligus orientalis Belanda- yang menjadi salah satu
penasehat Kerajaan Belanda untuk urusan Perang Aceh. Selain itu dia juga banyak
meminta pendapat para ulama.
![]() | |
Masjid Raya Baiturrahman, 1890-an. foto: Koleksi Tropen Museum, Belanda |
Kontraktor pembangunan masjid dikomandani Lie A Sie, seorang letnan yang
berkedudukan di Banda Aceh pada waktu itu. Sementara, pengawasan pembangunan
masjid dipercayakan kepada seorang insinyur bernama L.P.Luyke.
Material untuk membangun masjid ini sebagian didatangkan
dari Malaysia, batu marmer dari negeri Cina, besi untuk jendela dari Belgia,
kayu dari Birma dan tiang-tiang besi dari Surabaya.
Pembangunan ini sebagai realisasi janji Belanda yang
diucapkan dua tahun sebelumnya. Gubernur Jenderal Van Lansberge menyatakan
akan membangun kembali masjid baru sebagai pengganti. Pernyataan ini diumumkan
setelah diadakan musyawarah dengan kepala-kepala negeri di sekitar Banda Aceh
yang kala itu bernama Koeta Radja.
Belanda sendiri punya kenangan khusus dengan Masjid Raya
Baiturrahman ini. Di pekarangannya, ketika perang Aceh babak pertama pecah, pemimpin pasukan
Belanda Jenderal Mayor Johan Harmen Rudolf Köhler, ditembak di pekarangan
masjid pada 14 April 1873.
“O, GOD, Ik ben gtroven ( Oh Tuhan aku telah kena), "
seru Köhler ketika sebuah peluru menembus dadanya. Lelaki
berusia 54 tahun itu kemudian rubuh di
bawah pohon geulumpang ( sterculia foetida). Untuk
mengenangnya, Belanda menyebut pohon itu dengan nama pohon Köhler atau Köhler boom. Sampai hari ini, meski
sudah berganti pohon geulumpang yang lain, nama pohon Köhler tetap disematkan.
Bahkan, prasasti peringatan tentang pertempuran maha dahsyat itu didirikan
tepat di bawah pohon. Prasasti yang ditulis dalam bahasa Indonesia, Inggris dan
Arab ini dibuat semasa Aceh dipimpin
Gubernur Ibrahim Hasan (1986 – 1993).
![]() | |||
Kohler boom. Foto : Koleksi Tropen Museum, Belanda |
Ketika selesai dibangun dan diresmikan oleh Belanda pada Desember
1883, masjid yang dibangun dengan
konstruksi beton ini hanya memiliki satu kubah saja. Sebelum dibakar oleh Belanda, masjid beratap
rumbia dengan bentuk atap limat bersusun/berundak dan berlantai tanah liat yang
sudah mengeras.
![]() | ||||
Bagian interior ketika pertama kali dibangun Belanda. foto: Koleksi Tropen Museum, Belanda |
Seiring waktu, dengan bertambahnya para jamaah, pada tahun
1935-1936, Masjid Raya Baiturrahman ini diperluas bahagian kanan dan kirinya
dengan tambahan dua kubah. Tahun 1975 kembali
ditambah dua kubah lagi dan dua buah menara di bagian utara dan selatan. Pada tahun 1967, Masjid Raya Baiturrahman
sudah memiliki 5 kubah. Perluasan
kembali dilakukan pada tahun 1991 dengan menambah 2 kubah. Pasca tsunami 2004
dengan bantuan Kerajaan Saudi Arabia, beberapa bagian masjid diperbaiki dan
direnovasi karena mengalami kerusakan.
Luas seluruh pertapakan Masjid Raya Baiturrahman mencapai
3,30 hektar dengan empat pintu gerbang. Masjid bisa menampung 10.000-13.000
jemaah di dalamnya dan bisa mencapai 25.000 jamaah jika menggunakan halaman.
Kini masjid yang menjadi salah satu tujuan wisata Aceh ini memiliki 7 kubah
dan lima menara - satu diantaranya
merupakan menara induk.
Para wisatawan yang ingin salat atau sekedar datang untuk
melihat dan mengagumi masjid diwajibkan untuk memakai busana muslim. Bagi
perempuan, hindari memakai pakaian yang ketat dan juga bercelana jeans. Petugas masjid beredar di mana-mana. Sehingga tak jarang
akan meminta pengunjung untuk meninggalkan masjid jika dirasa pakaian yang
dikenakan kurang sopan. Di pintu gerbang
masjid jelas tertulis jika pengunjung tengah memasuki kawasan berbusana muslim.
![]() | ||||
Sign di pintu masuk. Foto: Raihan Lubis |
Arsitektur Eklektik
Arsitektur masjid bercorak eklektik - berpadunya ragam
arsitektur terbaik dari beberapa negara. Serambi masjid ( porch) berbentuk segi
empat panjang. Bagian depan, kiri dan kanan porch dikelilingi tangga yang
membentuk huruf U. Jika kita masuk dari bagian serambi depan, maka akan terlihat tiga bukaan yang dibentuk oleh
empat tiang langsing model arsitektur Moorish. Umumnya, model masjid seperti
ini terdapat di masjid-masjid Afrika Utara dan Spanyol. Antara kolom satu dengan
lainnya dihubungkan dengan plengkung patah model Persia. Model pintu masuk
tanpa pintu seperti ini juga banyak
ditemui pada masjid-masjid kuno di India.
![]() | |||
Bagian serambi (porch) masjid. Foto: Raihan Lubis |
Pada bagian atas dan sisi plengkung ini, terdapat hiasan
relief bercorak Arabesque. Sementara,
di atas plengkung terdapat semacam tympanum yang berbentuk jenjang seperti
penampang sebuah tangga. Corak ini merupakan model khas rumah klasik Belanda. Pada
setiap jenjang dihias dengan miniature sebuah gardu atau cungkup, yang dihiasi
kubah bawang pada bagian puncaknya.
![]() |
Bagian dalam masjid setelah diperluas. Foto: Raihan Lubis |
![]() |
Salah satu plengkung. Foto : Raihan Lubis |
Masuk ke dalam lagi, pada bagian tengah ruang salat yang
merupakan salah satu ruangan pertama yang dibangun pada awalnya, berbentuk
bujur sangkar. Di sisi kanan dan kiri sebelum atap terdapat kaca-kaca jendela
berbentuk lingkaran. Jika kita melongok
ke atas, maka akan terlihat atap masjid berbentuk limasan berlapis dua. Untuk jendela-jendelanya, dihiasi ragam hiasan yang dipengaruhi gaya Moorish.
![]() | ||||
Motif bergaya Moorish. Foto: Raihan Lubis |
Begitulah keindahan arsitektur masjid yang sampai kini tak
hanya digunakan untuk salat saja. Beberapa presiden Indonesia, seperti Habibie,
Gusdur dan Megawati e pernah menggunakan masjid sebagai tempat untuk berdialog
dengan masyarakat Aceh. Dus, ketika perjanjian damai antara Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia dilakukan di Helsinki, Finlandia pada
tahun 2005 lalu, ratusan masyarakat Aceh menggelar doa bersama bersama di
masjid ini.
Karenanya, bagi masyarakat Aceh, Masjid Raya Baiturrahman
tak hanya sekedar landmark kota. Tapi juga turut menjadi saksi arah dan gerak masyarakat Aceh dari zaman ke
zaman.
Karenanya, partisipasi masyarakat dan juga kepedulian
pemerintah sangat diharapkan untuk terus menjaga keindahan dan kebersihan
masjid. Apalagi pemerintah telah mengadang-gadangkan visit Aceh 2013, tentulah
perhatian pada salah satu tujuan wisata ini harus dilebihkan lagi. Sehingga
tidak hanya wisatawan saja yang bisa menikmatinya, tapi juga para anak cucu
kita kelak masih bisa melihat jejak-jejak sejarah Aceh melalui bangunan masjid
(nur raihan)
(nur raihan)
referensi :
http://www.acehprov.go.id/images/stories/file/Chik%20Di%20Tiro.pdf
http://melayuonline.com/ind/history/dig/290/masjid-raya-baiturrahmanhttp://books.google.co.id/books?id=drAuk8TSVkgC&pg=PA26&lpg=PA26&dq=perjanjian+sumatera,+perjanjian+siak&source=bl&ots=38mbFrA4ja&sig=Y0bNN9hS-Anri_MJrOS0DZwB0Zk&hl=id&sa=X&ei=mNIDUPnzGeHM6wHko4zyBg&ved=0CEwQ6AEwAg#v=onepage&q=perjanjian%20sumatera%2C%20perjanjian%20siak&f=false
Comments
Post a Comment