Gedung Kantor Telepon ‘Koetaradja’
Gedung bekas kantor telepon Belanda di Banda Aceh. Foto diambil pada Juli 2012. Foto: Raihan Lubis |
Tepat di putaran pangkal jalan Teuku Umar, Banda Aceh,
berdiri tegak sebuah bangunan bergaya Eropa. Gedung putih berbentuk segi
delapan yang dicat putih ini, dulunya merupakan komplek kantor telepon milik Belanda.
Kini, bangunan yang diteduhi oleh pohon trembesi itu, dijadikan kantor
Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Aceh.
Penemuan telepon oleh Antonio Meucci pada tahun 1871 -yang kemudian diklaim oleh Alexander
Graham Bell sekitar tahun 1876- sangat membantu Belanda melakukan komunikasi
dan konsolidasi di wilayah yang dijajah dan didudukinya. Tak terkecuali di
Koetaradja -nama Banda Aceh masa itu. Koetaradja menjadi pusat pemerintahan
Belanda dalam melakukan perang melawan Aceh. Seiring dengan kemajuan teknologi,
Belanda yang pada awalnya menggunakan telegraf untuk komunikasi jarak jauhnya, akhirnya
juga menggunakan telepon.
Kantor telepon Koetaradja ini disebut Belanda sebagai kantor
cabang Kraton. Maklumlah, bangunan berlantai dua ini dibangun di bekas kawasan Kraton Kerajaan
Aceh. Dari kantor ini, beberapa daerah di Aceh dapat dihubungi seperti Meulaboh,
Lamno, Bireuen, Idi, Ulee Lhue, Kuala Simpang, Langsa, Lhokseumawe, Sabang, Sigli,
dan Takengon. Sementara itu, Belanda juga memiliki kantor cabang di Seulimum,
Lhoksukon, dan Perlak.
Kantor Telepon Belanda di Koetaradja ( Banda Aceh ) sekitar tahun 1900-an. Foto : Koleksi Tropen Museum, Belanda |
Tak hanya sebagian kawasan Aceh, dari kantor telepon ini, juga ada jaringan telepon yang dapat dipakai untuk berkomunikasi ke beberapa kota di Sumatera Utara. Dalam buku
petunjuk telepon yang diterbitkan Belanda pada 20 April 1933, jangkauan telepon
dari Koetaradja, disebutkan dapat mencapai Medan, Asahan, Rantau Prapat,
Tanjungpura dan Berastagi. Dalam buku panduan ini juga dijelaskan tarif telepon
antar kota tujuan peneleponan. Tarif dihitung berdasarkan 3 menitt percakapan.
Bagian lembaran buku petunjuk telepon yang dikeluarkan Belanda pada April 1933. Repro |
Setelah Belanda hengkang dari Aceh dan digantikan Jepang, bangunan ini tetap digunakan. Sampai menjelang tahun 1960 setelah Indonesia merdeka, bangunan ini masih dipakai sebagai Kantor Telepon Militer Kodam I/Iskandarmuda yang disebut Wiserbot (WB) Taruna. Sebelum dipakai oleh PSSI, gedung ini dipakai KONI dan juga kantor Surat Kabar Atjeh Post.
Arsitektur Bergaya Eropa
Kemungkinan besar, bangunan dua lantai ini dibangun pada
tahun 1903. Pasalnya, di bagian atas bangunan, di dekat ventilasi jendela,
tertulis tahun 1903. Pada beberapa bangunan Belanda lainnya di nusantara,
Belanda acap menorehkan tahun pembuatan di gedung tersebut.
Bagian jendela dan pintu jelas sekali bercita rasa dan
bergaya Eropa dengan model bagian atas berupa setengah lingkaran.
Jendela-jendela yang dipasang, berukuran besar. Bagian lantai satu bangunan seluruhnya terbuat dari beton. Sedangkan bangunan lantai dua dibangun semi permanen.
Bagian sisi kanan gedung, Juli 2012. Foto: Raihan Lubis |
Sekarang, bangunan ini digunakan oleh PSSI Aceh. Tidak
diketahui persis sejak kapan PSSI berkantor di gedung tersebut. Dalam beberapa informasi yang didapat penulis,
bangunan ini dinyatakan merupakan salah satu cagar budaya di Aceh.
Sayangnya, tidak
terlihat plang di sekitar area gedung yang menyebutkan bahwa bangunan ini memang merupakan cagar budaya dan dilindungi.
Terlepas dari cagar budaya atau bukan, sudah sepantasnya Pemerintah Aceh dapat mengapresiasi bangunan-bangunan tua seperti ini. Karena jika dirawat dan dipelihara, bangunan ini dapat dijadikan salah satu lokasi wajib yang dikunjungi bagi Visit Aceh. Bangunan ini sungguh memiliki dan menyimpan sekelumit sejarah Aceh.
Terlepas dari cagar budaya atau bukan, sudah sepantasnya Pemerintah Aceh dapat mengapresiasi bangunan-bangunan tua seperti ini. Karena jika dirawat dan dipelihara, bangunan ini dapat dijadikan salah satu lokasi wajib yang dikunjungi bagi Visit Aceh. Bangunan ini sungguh memiliki dan menyimpan sekelumit sejarah Aceh.
Tak hanya itu, bangunan bernilai sejarah ini dapat menjadi salah satu bukti dan saksi sejarah perkembangan Banda Aceh khususnya dan Aceh secara keseluruhan. Hingga sejarah-sejarah yang pernah ada, tak lapuk dimakan zaman dan tak tergerus angin perubahan. Semoga.(nur raihan lubis)
referensi / sumber :
wikimedia.org
KITLV
http://gampoeng-atjeh.blogspot.com/2011/06/banda-aceh-tempo-doeloe-1-pernah-cetak.html
wikimedia.org
KITLV
http://gampoeng-atjeh.blogspot.com/2011/06/banda-aceh-tempo-doeloe-1-pernah-cetak.html
Comments
Post a Comment